Kelompok Pakar DPRD Harus Mundur Saat Pencalegan, Begini Penjelasannya..
- BENTENGASAHAN.com - Kamis, 14 Mar 2019 - 11:33 WIB
- dibaca 192 kali
TANJUNGBALAI, BENTENGASAHAN.com– Nama-nama sejumlah anggota Kelompok Pakar DPRD Kota Tanjungbalai yang ikut menjadi calon anggota legislatif (caleg) dalam Pemilu 2019 ini, menjadi pertanyaan publik. Keikutsertaan para Dewan Pakar dalam pencalegan tersebut dinilai telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tepatnya Pasal 182 huruf (k) dan Pasal 240 ayat (1) huruf (k) sesuai dengan Surat Edaran KPU Pusat Nomor:748/PL.01.4-SD/06/KPU/VII/2018.
“Tercantumnya nama-nama dari anggota Kelompok Pakar DPRD Kota Tanjungbalai sebagai calon Anggota Legislatif dalam Pemilu 17 April 2019 mendatang patut dipertanyakan. Soalnya, ikut sertanya anggota kelompok pakar DPRD Kota Tanjungbalai itu sebagai calon anggota legislatif telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tepatnya Pasal 182 huruf (k) dan Pasal 240 ayat (1) huruf (k) sebagaimana yang ditegaskan lewat Surat Edaran KPU Pusat Nomor 748/PL.01.4-SD/06/KPU/VII/2018,” terang Jaringan Sihotang, Koordinator Daerah Indonesian Corruption Watch (ICW) Kota Tanjungbalai, Kamis (14/3/2019).
Jaringan menjelaskan, bahwa setiap calon anggota legislatif, baik DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI dan DPD harus mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang kemudian dipertegas lagi melalui Surat Edaran KPU Pusat Nomor: 748/PL.01.4-SD/06/KPU/VII/2018.
“Ketentuan tersebut mewajibkan tenaga ahli fraksi maupun kelompok pakar DPRD untuk mundur dari jabatan atau posisinya karena sumber anggarannya adalah dari keuangan negara atau pemerintah. Artinya, mereka yang digaji dari APBN atau APBD harus mengundurkan diri, atau mereka tidak boleh menerima gaji,” ucap Jaringan.
Baca: Daftar Bacaleg Golkar, Abdi Nusa Masih Jabat Sekdako Tanjungbalai
Baca: Jelang Pemilu 2019, Masyarakat Diminta Cerdas Memilih
Ditemui sebelumnya, Juni Lubis, Sekretaris DPRD Kota Tanjungbalai membenarkan adanya sejumlah Anggota Kelompok Pakar DPRD yang ikut nyaleg. Akan tetapi, pihaknya tidak bisa melarang karena Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tersebut tidak tegas melarang.
“Kalau memang kelompok pakar DPRD maupun tenaga ahli fraksi dilarang karena digaji dari APBD, maka anggota DPRD juga harus dilarang karena mendapatkan gaji dari APBD. Jadi, selama larangan itu tidak tegas dan jelas, kitapun tidak berani menerapkannya,” ujar Juni Lubis.